Hujan Tak Kunjung Datang

Musim hujan tak tepat waktu. Sepasang kekasih menunggu terlalu dini. Pada balkon paling utara di antara gedung – gedung tua, di mana mereka dapat leluasa menyapa seisi kota, ada doa tentang hujan senja itu. Doa tentang pertemuan dengan hari dan segala hal yang sama. Juga sepatu dan parfum yang ia pakai tahun lalu, mereka bertemu di antara kerumunan parade kota, hujan yang datang tiba – tiba menarik tangan keduanya, mencari atap teduh entah di mana.

Tapi hari ini tak ada hujan , sayang. Hari ini kita tiba di sini bukan karena hujan. Kita datang untuk merayakan hujan. Hujan yang bukan hanya milik kita. Tapi juga untuk pohon – pohon di sepanjang jalan ini, yang menunggu rintik air yang kian deras menggugurkan daun – daunnya yang memerah. Lihatlah, bahkan pohon pun tak mau terlambat menutup usia, juga untuk bunga – bunganya yang selalu saja layu sebelum menjadi buah. Lebih baik mati saja, rapuh ditangkai yang sama, hingga lahir bunga yang lebih jingga. Tapi kemarau tak kunjung berakhir? Bunga- bunga hanya lahir dari cahaya matahari. Adakah musim hujan berhutang padanya, sebab terlalu lama membungkam cahaya matahari pada tahun – tahun sebelumnya?

Hujan juga milik anak – anak pinggir kota. Mereka rindu bermain – main dengan banjir. Rindu pada genangan cokelat muda, yang menyamarkan batas sisi sungai. Mereka rindu pada hujan yang mengubah lapangan sepak bola jadi negeri bawah laut. Seorang bocah dengan payung merah muda menunggu di beranda. Tak ada kawan bermain. Perahu kertas miliknya lagi – lagi tak jadi mengarungi arus air kecil di selokan. Ia bertanya pada ibunya, apakah negeri ini hanya punya satu musim? Sebab pada halaman di buku sekolah, musim hujan adalah milik Oktober. “Mungkin saja kamu yang lupa melepas boneka teru-teru bozu di jendela kamarmu, sayang.”

Untuk berpasang kekasih yang ingin merayakan kerinduan pada dingin musim hujan, juga anak – anak yang tak sabar memakai jas hujan berwarna kuning, gerimis pun tak akan datang hari ini. Sebab ia ditahan oleh rumput – rumput di utara yang hampir mengering oleh lahar dan sisa letusan. Mungkin juga Oktober telah menyerah, kemudian memberikan langit dan tanahnya yang lembab, juga ranting – ranting yang setapak yang basah pada November atau pada episode lain dari dua musim yang hampir selalu tak tepat janji.

CONVERSATION

0 comments:

Post a Comment